Rabu, 25 Agustus 2010

Penghapus dan Kertas

Knp penghapus dan kertas?
Bukannya seharusnya Penghapus dan pensil?
Ya seharusnya memang penghapus dan pensil.

Tp pensil itu sudah terlalu kecil krn sering diraut. Skrg ujungnya sudah terlalu tumpul..bahkan untuk di genggam saja terlalu sulit. Pensil itu tidak bs lg melukiskan sketsa2 indah ataupun tulisan2 menyenangkan. Pensil itu hanya meninggalkan banyak ukiran,tulisan bahkan coretan di berlembar2 kertas. Pensil itu hanya bisa menulis dalam sebuah bab,yg terdiri dr 257 halaman. Bab yg tak berjudul itu adalah bab kedua dr keseluruhan buku, sedangkan bab pertama terdiri dr 1800 halaman. Jika dibuat perbandingan kurang lebih 1:7. Sangat tidak seimbang bukan? Ya begitulah kelihatannya.

Lupakan dulu bab pertama,mari kita ulas bab kedua yg tragis itu. Lembar-lembar itu terkisahkan dengan berbagai tawa, cinta, kehangatan, kecemburuan, tangisan dan semua yg bisa disebutkan oleh semua orang bisa dimasukkan ke dalam bab ini, kecuali satu. Bab ini dibiarkan anonim, tak berjudul. Bab ini terdapat segalanya didalamnya kecuali judul. Ingin sekali meneruskan ke halaman 258, tapi pensil itu sudah tidak memiliki serbuknya lagi dan sudah terlalu tumpul. Maka bab kedua yg berisi 257 halaman itu dibiarkan tanpa akhiran. Dibiarkan mengakhiri kalimat itu dengan tanda tanya.

Yg tertinggal hanya kertas dan penghapus. Tidak ada lagi tulisan-tulisan yg salah yg dapat dihapus dengan penghapus kemudian ditulis dengan lebih baik lagi dengan pensil. Tidak bisa lagi. Karena pensil nya sudah tumpul, bukan? mungkin bisa dipaksakan untuk dipakai, tapi pasti tulisannya tidak akan bagus. Tulisannya pasti tidak nyata.

Bingung,

Maka aku tertidur beberapa hari, berharap diberi petunjuk dalam mimpi, petunjuk bagaimana untuk melanjutkan bab kedua itu ke halaman 258. Lama sekali aku tertidur dalam buaian mimpi yang tak kuingat awalnya. Aku terbangun, dengan perasaan yg tak karuan. Aku ambil penghapus itu dan bersiap menghapus coretan pensil dalan kertas-kertas itu, pasti butuh waktu yg lama untukku agar dapat menghapus coretan pensil itu. Maka aku akan memulainya pada bagian yang paling sulit, yaitu kertas-kertas yg terdapat bagian yang penuh tawa, kasih sayang dan senyuman. Karena setiap ku membuka bab ini, mataku secara otomatis mencari bagian penuh tawa, kasih sayang dan senyuman itu. Mungkin bagian itu hanya tertulis dalam 3 atau 4 halaman. dalam bab ini. tetapi itulah bagian favoritku. Dan menyedihkan karena bagian itu tak dapat ditulis ulang lagi karena pensilnya sudah terlalu tumpul.

Maka aku menarik napas panjang dan bersiap menghapus bagian tersulit itu, mungkin jika dihapus kertas itu tidak dapat kembali menjadi putih bersih seperti semula Pasti masih terdapat bekas coretan yg timbul di kertas, ya masih berbekas. Tak apalah setidaknya mataku tidak bisa lagi mencari bagian itu.

Ternyata kertas2 itu telah hilang dengan sendirinya, tidak aku hilangkan. Tapi kertas-kertas itu yang memilih untuk merobekkan diri. Tanpa memberikan lambaian tangan tanda perpisahan ataupun sedikit pidato perpisahan. Entah kemana kertas itu pergi, mungkin terbawa angin yanng sangat kencang, hingga kertas itu merobekkan diri dari buku, pergi bersama bagian bab pertama. Pergi dan mungkin tak akan kembali untuk memberikan senyuman. Dan membiaran buku tak bertulis sedikitpun, hanya meninggalkan bekas tulisan yang timbul disetiap lembar dibelakangnya. Bekas yang mungkin tak akan bisa hilang.

selamat jalan kertas, semoga angin membawamu ke tempat yang lebih baik.
buku ini akan tetap terbuka, masih banyak kertas yang sengaja kubiarkan kosong agar dapat kubagi tulisan-tulisan denganmu lagi. karena bekas coretan pensil itu masih berbekas sampai ke kertas kosong paling belakang buku.

Sabtu, 21 Agustus 2010

sebuah cerita tentang pernahkah

For them who ever felt the same,please leave a comment on this posting.. So, I know I'm not the only one.


Pernahkah lo bertanya2 ttg hal yg jawabannya seolah ada di ujung dunia,pdhl jawaban itu ada di dpn mata lo dan lo cuma takut menghadapi kejadian terburuk?

Pernahkah lo dengerin lagu sebelum tdr dan lo puter berulang2,lagu yg mungkin bikin lo sakit tp lo justru mnikmati sakit itu?

Pernahkah lo ngerasa jd orang paling bahagia di dunia krn punya nyokap yg syg sm lo dgn caranya sendiri?

Pernahkah tiap hp lo bunyi,lo berharap kl itu seseorang yg lo tunggu2 yg ngehubungin lo?

Pernahkah lo slalu diam kl sahabat2 lo nasihatin krn lo tau mreka bener dan lo salah tp pikiran lo menyangkal hal itu?

Pernahkah lo benci bgt waktu2 sblm lo mau tdr,krn saat itu lo pasti slalu keinget ttg seseorang dan cuma seseorang?

Pernahkah lo senyum dan blg 'gw baik2 aja' disaat lo lg hancur sehancur2nya?

Pernahkah lo ga pernah putus untuk doain seseorang supaya dia slalu dlm lindungan Tuhan,walaupun seseorang itu udah berhenti buat peduli sm lo?

Pernahkah lo slalu nyembunyiin perasaan lo,pdhl lo bukan org yg bs main petak umpet?

Pernahkah lo ngebuat org2 ktawa,krn lo ga mau org lain notice kl lo lg unwell?

Pernahkah lo berkata 'iya' disaat lo bnr2 cm pgn berkata 'enggak' dan 'maaf'?

Pernahkah lo ngerasa saluran air mata lo bocor krn lo lg ga bs ngontrol diri lo bahkan waktu lo lg ada di keramaian?

Pernahkah seseorang slalu ada dipikiran lo,disaat lo lg sibuk memikirkan hal lain?

Pernahkah lo sibuk menyibukkan diri supaya lo bs sdikit ngerasa useful?

Pernahkah lo ga peduli brp mil jarak yg lo tempuh buat ketemu seseorang yg mungkin keberatan untuk nempuh jarak yg cm 5 km untuk lo?

Pernahkah lo punya sahabat2 yg tau lo dr ujung kpala smp ujung kaki tp ga pernah bnr2 tau isi hati lo?

Pernahkah lo diem dikamar dan dgrin lagu Laskar Pelanginya Nidji terus2an waktu lo lg kekurangan stok senyum?

Pernahkah lo cuma dgrin Jangan Menyerahnya D'Masiv slama 3 jam disaat lo butuh sesuatu untuk ngingetin diri lo buat slalu fight wkt lo lg down?

Pernahkah lo ngehabisin wkt sm org dan lo berharap seandainya aja org itu adl org lain yg lo syg?

Pernahkah lo ngerasa smua org itu jahat krn ga ada yg pernah bnr2 mengerti lo?

Pernahkah lo akhirnya bs mengikhlaskan sesuatu di masa lalu tp smp saat ini lo masi inget tiap detailnya?

Pernahkah lo ga berhenti mencoba ngelakuin sesuatu yg sangat2 sulit krn lo tau Tuhan ga akan diem aja ngeliat umatNya dlm kesulitan yg panjang?

Pernahkah lo nyoba untuk get over someone, tp lo sangat tau itu ga mungkin krn dia pernah jd bagian dr diri lo?

Pernahkah lo bnr2 pgn seseorang bahagia dan lo hrs mengorbankan perasaan lo untuk itu?

Pernahkah lo beberapa kali udah fall for someone,tp untuk seseorang yg bukan pertama itu,lo ngerasa kl dialah yg pertama?

Pernahkah lo jatoh ke paling dasar lo pernah jatoh dan lo mensyukuri hal itu krn dgn itu lo jd makin bs bljr ttg hidup?

Pernahkah lo untuk pertama kalinya pgn punya sisi egois disaat lo hrs mengalah untuk sesuatu yg pengen bgt lo milikin?

Pernahkah lo lg ada di keramaian tp lo sibuk nyari toilet krn lo lg pengen sendirian?

Pernahkah lo ga bs berhenti peduli sm seseorang, yg sbnrnya lo pgn bgt bs ga peduli lg tp lo ga bs?

Pernahkah lo rela ada di posisi yg super ga enak,krn lo pengen bertahan untuk sesuatu yg mnrt lo (paling) berharga?

Pernahkah lo buat banyak wacana di pikiran lo dgn diawali kata 'seandainya'?

Pernahkah lo ngerasa Tuhan itu baik banget, Dia selalu punya rencana yg terbaik buat kita. Kalaupun Tuhan ga ngerestuin rencana-rencana yg kita mau jd kenyataan, berarti Tuhan pengen hal lain yg jauh lebih baik dr rencana itu, karena Tuhan selalu tau segala hal yg kita ga pernah tau?

Pernahkah lo bangun pagi-pagi dan bilang sm diri lo kl yeah this is my new day?

Pernahkah lo bikin blog buat ngungkapin cerita2 lo yg ga bs lo ceritain?

Dan ini bukan keluhan gw, gw hanya berbagi hal-hal yg menurut gw mau gw bagi. Krn itu kodrat manusia, bukan? untuk saling berbagi....
Cheers :) 

Jumat, 20 Agustus 2010

The best thing you never had - Butch Walker

Es krim vanilla di kala senja

Diujung jalan. 
Sore itu sebentar lagi menuju senja, aku  melintasi jalan panjang menuju rumah yg sudah lama tak ku pulangi. Tadinya aku lupa jalan pulang, karena jalanan ini kemarin tertutup kabut. Tapi, senja pada hari itu nampak tak begitu temaram. Dan aku berjalanan melewati jalan yg dingin itu dibalut oleh mantel ku yg cukup hangat. Aku melewati pasar, sudah cukup lama nampaknya aku tidak melihat keriaan ini. Ternyata pasar itu sudah jauh lebih ramai, para pedagang itu menyapaku dengan ramah dan menawarkanku barang dagangan mereka. Seorang pedagang yg ku kira umurnya mungkin sudah setengah abad itu tersenyum padaku di depan gerobaknya. Sepertinya wanita itu tau aku sedang melawan dingin yg menyengat kulitku.

"Anakku, kau terlihat sangat pucat, pasti kau kedinginan. Lihat, aku menjual banyak syal untuk menghangatkan tubuhmu."
"Maaf bu, tapi saya tidak punya uang. Kemarin saya tersesat di jalan ini dan saya ingin pulang"
Ibu itu menyentuh tangan ku yg dingin, aku terkejut karena tangannya sangat hangat. Tidak hanya tangannya tapi juga senyuman dan kebaikan hatinya. Seolah ia seperti perapian dan tanganku ku dekatkan pada perapian itu
"Tak apa, kau ambil saja syal ini. Anggap saja hadiah dari ku di senja yg sangat dingin ini"
"Terima kasih bu, ibu baik sekali"

Dan perapian ku itu tersenyum dengan hangat. Aku kaget, bagaimana bisa orang sehangat itu berada di jalan yg dingin ini namun tetap memancarkan kehangatan. Aku tersenyum dan mendongak ke langit, bersyukur kepada Tuhan krn betapa adilnya Dia. Tuhan memberikan udara dingin sekaligus kehangatan. Tuhan juga memberikan kesendirian sekaligus keramaian padaku. Tuhan juga memberikan aku jalan yg sesat sekaligus memberikanku cara untuk mencari jalan pulang, Seandainya Tuhan memiliki alamat, mungkin aku akan mengirim berbagai hadiah untuknya, karena Ia sangat baik.

Aku berjalan lagi lurus ke depan, tak menghiraukan mobil-mobil yg berhenti dan membuka kacanya untuk menawarkanku perjalanan pulang. Kadang tak ku hiraukan, kadang hanya ku berikan senyuman. Aku hanya ingin menikmati kesendirian di jalan pulang ku, bernostalgia dengan kejadian-kejadian yg telah lalu yg masi singgah di ingatanku. Aku rasa itu cukup untuk menemaniku sampai ke rumah, tak perlu udara hangat dari penghangat mobil ataupun teman untuk bercerita sepanjang jalan. Aku cukup hangat dengan syal pemberian ibu baik hati itu dan aku ditemani oleh kisah-kisahku yg telah lalu yg terputar seperti film dalam kepalaku. Ya, aku rasa aku baik-baik saja berjalan dengan kesendirianku.

Aku melewati sebuah distrik yg di pojoknya terdapat sebuah kedai kue dan es krim. Aku berhenti sejenak dan melihat ke dalam kedai itu. Rasanya di senja ini aku ingin menikmati semangkuk es krim. Aku duduk di  luar kedai itu agar aku masih tetap bisa melihat ke luar kedai. Seorang pelayan menanyakan pesananku di senja yg dingin itu, ia menawarkan cokelat panas dan semangkuk sup jamur. Aku tersenyum dan....

"Terima kasih, tp saya mau es krim vanilla"
"Kue nya? Kami punya sup dan pancake hari ini."
"Ya dan satu pancake pisang saja"
"Baiklah, satu es krim vanila dan satu pancake pisang"

Senja itu memang terasa sangat dingin, mantel dan syal yg melilit tubuhku tidak mempan melawan dingin yg menggelitik. Mungkin aku gila karena memilih untuk menikmati es krim yg dingin ini. Tp entah kenapa di saat senja ini aku ingin menikmati es krim vanilla. Ya. es krim vanilla dan pancake pisang.


Aku melihat banyak hal saat itu, seorang anak yg memeluk erat ibunya karena ia kedinginan. Seorang gadis yg memeluk kekasihnya karena ia ingin berbagi kehangatan. Seorang lelaki tua yg memunguti sampah. Seorang hamba yg sibuk mencari Tuhannya. Seseorang yg gila karena selalu merasa hidup ini tidak adil dan mungkin ia akan terkubur dalam perasaan sinisnya. Seorang gadis kecil yg bersepeda dengan riang. Seseorang yg mungkn juga sedang tersesat dalam mencari jalan pulang. Sama seperti ku beberapa hari lalu yg sibuk mencari tumpangan dan tuntunan agar cepat sampai dirumah. Tapi ternyata itu ide yg buruk, semakin aku mencari tumpangan, semakin aku berada di jalan yg salah dan semakin jauh dari rumah. Maka aku tidak lagi mencari tumpangan, mungkin orang yg sedang mencari jalan pulang itu sama denganku yg masih berharap agar keajaiban datang dalam wujud seseorang yg menjemputku dan membawaku pulang. Aku tertawa. Keajaiban itu mungkin pasti ada, namun keajaiban itu terlalu indah untuk jadi kenyataan. Maka aku memutuskan untuk mencari jalan pulang, sendiri.

Aku tidak sadar es krim vanilla ku belum kusentuh, sudah mulai sedikit mencair. Kembali aku membuat pertanyaan dalam pikiranku, es krim rasanya manis dan bentuknya juga lucu tp kenapa mencair dalam waktu 5 menit? Aku pun menjawab sendiri pertanyaan bodoh itu, karena hampir semua orang membuat keputusan dengan cepat untuk menghabiskannya. Tak ada seseorang yg menunggu lebih dari 5 menit untuk meraih kesempatan menikmati apa yg mereka sukai yg ada di depan mata mereka, karena semuanya  ingin menikmati es krim itu disaat masih dalam bentuk yg sempurna.

Aku tidak mau menikmati es krim itu hanya dalam keadaan sempurna. Tidak apa-apa bagiku untuk menunggu lebih dari 5 menit. Aku sangat menyukai es krim vanilla bahkan disaat bentuknya tidak lagi sempurna.


Believe that everything happens for a reason. If you get a chance, take it. If it changes your life, let it.
 Nobody said it would be easy. They just  promised it would be worth it.


Kamis, 19 Agustus 2010

sebuah titik yg kusebut NOL (sekuel "Aku dan Sepatu Kuningku")

Beberapa kata dr sahabatkku yg membuat ini semua terjadi "Kalo kamu suka bgt sm sepatunya, simpan aja buat jadi kenangan tp km harus cari sepatu baru. Coba buka hati buat sepatu yg bukan berwarna kuning". 
Dan dari sinilah sebuah titk yg kusebut nol itu kupijak.....

Pernah tau sebuah analogi tentang gunung? Ya, gunung itu tidak akan lari jika dikejar tp untuk meluluhkannnya seseorang harus berusaha untuk mendakinya sampai ke puncak. Gunung itu tak pernah kupijak, maksudnya tak pernah benar-benar kupijak. Rasanya seperti mimpi sampai akhirnya aku dapat berdiri diatas puncak gunung itu, tp aku tau bahwa itu hanyalah baru setengah dari perjalananku. Karena aku hanya meluluhkan sebagian dari gunung itu dan sebagian lagi harus ku turuni dari puncak gunung itu. Posisiku di atas puncak gunung itu memang hanya sesaat karena aku harus menuruni kembali gunung itu untuk dapat meluluhkannya, seutuhnya.

Tidak pernah tau apa rasanya berada dibawah kaki gunung itu lagi. Posisi yg sama seperti saat aku mulai mendaki gunung itu, namun perasaan yg sama sekali berbeda dgn kala itu. Gunung itu sudah aku hafal jalurnya, semua pepohonannya, lumut yg tumbuh mengarah ke barat, aroma kayu yg lapuk, cahaya matahari yg masuk dari sela-sela dedaunan yg berlubang serta tanah basah yg kutinggalkan jejak sepatuku. Mungkin jejak itu akan dihempas oleh hujan dan mungkin juga aroma tubuhku akan hilang di antara dedaunan yg tertiup angin. Tapi setidaknya butuh waktu yg lama agar hujan dapat meratakan kembali tanah yg kupijak itu, dan mungkin angin badai pun butuh waktu yg cukup lama untuk membuat aroma tubuhku sirna karena aku telah menjelajahi gunung itu seutuhnya. Dari titik nol sampai ke titik nol lagi. Dari pertemuan bulan purnama dengan matahari sampai dengan pada pertemuan bulan purnama dengan matahari yang berikutnya.

Sayangnya, musim hujan telah menyapaku sedari kemarin sore. Aku tau itulah saatnya, jejak sepatuku akan sirna perlahan-lahan dan aku tidak dapat kembali ke puncak gunung krn jejakku telah hilang. Aku tidak kecewa , krn aku masih meninggalkan banyaak aroma tubuhku di antara dedaunan. Maka aku tidak meratapi jejakku yg telah hilang krn masih ada aroma lain yg kutinggalkan, namun tibalah waktunya Gemuruh menyapaku "Hey , angin badai akan datang. Ia akan menyapu semua aroma tubuhmu di pegunungan ini".

Baiklah, tidak ada lagi jejak diri ku yg tersisa di gunung yang telah kucapai puncaknya itu. Aku tidak hentinya bertanya mengapa semua ini terjadi terlalu cepat? Mengapa aku terlalu mudah terpeleset ke kaki gunung? Jawabannya sederhana, karena aku tak pernah sedetik pun berpikir bahwa aku tidak dapat lagi mencapai puncak gunung itu untuk kedua kalinya. Setidaknya saat ini aku masih ingat jalan menuju ke puncak itu, tapi untuk apa lagi? sebentar lagi badai akan datang. Untuk apa lagi aku raih puncak itu, aku tau saat aku berada di atas sana, aku akan merasakan bahagia yg sesaat dan badai akan menghempaskanku lagi jatuh ke kaki gunung. Jauh lebih sakit daripada aku terpeleset, jadi aku rasa tidak akan lagi kupijak puncak gunung itu.

Apabila semua orang dapat melihat apa yg ku lihat di atas sana. Sebuah keindahan yg hanya dapat dillukiskan dengan sebuah senyuman. Diatas sana aku hanya tersenyum, karena aku tidak ingin berkedip. Tak ingin melewatkan pancaran sinar matahari yg terbias oleh jari jemariku. Aku hanya tersenyum, karena aku tidak ingin berbicara sepatah katapun. Tak ingin kehilangan derih suara angin yang menyapa telingaku dengan lembut. Aku hanya tersenyum, karena aku ingin membiarkan jantungku berdegup lirih. Tak ingin kehilangan sepercik gairah yg merasuk sampai ke nadi ku. Aku hanya tersenyum, karena hanya senyuman itu yg menyimpan ribuan kata yg tak sanggup aku ungkapkan. Senyuman itu yg dapat menahan segala asa, senyuman itu yg bagaikan melambaikan kata "Aku baik-baik saja".

Ya, sebuah gunung yang puncaknya sangat indah. Pasti semua orang memiliki gunung mereka sendiri untuk didaki. Tapi bagiku, inilah gunungku. Setiap titik dari gunung ini telah ku simpan dalam kotak kenangan ku, setiap aroma dedaunan yg ku hirup akan ku simpan dalam paru-paruku karena tak mungkin aku mencium bau aroma dedaunan yg sama di guung lain. Dan gunung itu ku beri nama gunung pelangi. Karena gunung itu tidak berwarna, namun mampu membiaskan warrna-warna indah dari setiap titik. Ia membiaskan warna matahari yg putih itu menjadi jingga saat bersentuhan dengan jari jemariku. Ia membiaskan warna air sungai yg polos, menjadi berkilauan. Dan gunung itu seperti pelangi. Pelangi yang berbentuk seperti sebuah wajah yg muram, tapi ia tetap memancarkan warna-warna indahnya, ia bersembunyi dibalik hujan dan terbiaskan oleh satu titik air hujan.

Aku terbangun dari pemberhentianku sejenak, aku kembali mengingat bahwa hujan akan datang dan disusul oleh badai. Mungkin itu saatnya aku berhenti memijakkan kakiku disana. Mungkin itu saatnya aku pulang dan kembali kepada kesendiranku. Aku tersenyum karena aku tau gunung itu tak pernah benar2 sendiri melewati hujan yg menindihnya dengan keras ataupun angin badai yg mencoba meniup tempatnya berpijak. Karena setelah semua itu terjadi, selalu ada pelangi dibalik gunung yg akan setia menemani. Mungkin gunung tak melihat pelangi itu, krn pelangi selalu berwajah muram. Namun pelangi selalu memiliki warna-warna indah itu yg hanya ia berikan kepada gunung. Sedangkan aku? Aku hanya memiliki pengorbanan disaat aku mendakinya. Tapi aku hanyalah aku, aku terlalu kecil untuk berbanding dengan pelangi.

Saat ini aku telah berada tepi sungai yg berada jauh di kaki gunung. Aku melihat bagaimana hujan dan angin badai menghantam gunung dan aku juga melihat munculnya pelangi di balik hujan, pelangi yg seakan ingin sekali merubah wajahnya agar tersenyum, tapi pelangi itu tetap indah dengan apa yg ia miliki. Dan memang pelangi itu tercipta untuk gunung. Aku tersenyum karena pelangi itu berada di atas puncak gunung, bahkan lebih tinggi daripada apa yg pernah ku pijak. Melihatnya dari kejauhan, pelangi dan gunung memang ditakdirkan untuk selalu bersama. Gunung akan selalu berdiri menanti sang pelangi. Mungkin hati ku bergejolak, mungkin juga bayang-bayang amarah meliputi ku sampai ke nadi ku.

Dan saat itu aku berada di titik nol.

Aku benamkan tubuhku ke dalam air sungai, karena aku tidak ingin gunung melihatku menangis. Aku berteriak di dalam air, karena aku tidak ingin gunung mendengar setiap jeritanku. Dan aku menenggelamkan tubuhku jauh ke dalam air, karena aku tidak sanggup mengucapkan selamat tinggal pada gunung.
Lalu tubuhku ikut bersama arus air sungai yg membawaku ke daratan, jauh dan makin jauh dari gunung. Bahkan tidak ada bekas jejak ku yg bisa dilihat oleh gunung.

Aku mendongak ke luar sungai, dan mengeluarkan tubuhku yg basah kuyup. Daratan menyambutku dengan riang. Daratan juga mengeringkan pakaianku. Inilah sebuah titik baru yg kusebut nol.


Gunung itu masih berada disana, walaupun ia tak bisa lagi melihatku. Namun aku masih bisa melihat puncaknya dari kejauhan. Dan aku selalu tau bahwa gunung itu baik-baik saja. 

Pesan Untuk Pelangi : Jangan berhenti memberikan warna-warna indahmu untuk gunung. Karena hanya kaulah yg dapat melakukan itu. Dan bukan aku yg hanya seorang anak manusia.

Senin, 16 Agustus 2010

A Letter to William

Dear William,


It’s like centuries since love had been out of my life
Don’t ever realize for a very long time there’s a big empty space in me
And I never even a second wondering that it was you

That it is you, just like the wind, blowing every part of me
Turning my life upside down
You’ve been giving my days colors and blues
You’ve been pouring tears to my every hollow
And it’s also you who has been putting smiles on my lips

I ever felt love back and forth, but it’s awkward that never felt this strong
I’m not able to determine rights and wrongs, all I just wanna do is you
All I wanna dream is all about you, me and what tomorrow would bring

It’s seems weird cause it’s like you who the one could torn me apart
And it’s you who could remake me like a puzzle
You know every pieces of me,
Easy for you to break me down into pieces
And it’s not hard for you to make me complete

Did you ever know, if once I ever told you desperately to leave me
I never want you to walk away
I know things, I always want to learn everything but I don’t want learn to be okay if you’re out of my life

I could deal with any kind of things, I could do anything by myself and I’m used to it
But I don’t deal with myself if you walk out on me
Worse, I don’t know how

And there goes every why comes out of me
I don’t understand why, it’s like I keep asking my self
Was it this strong if it wasn’t you?
Or this is strong because it is not only love
Cause I never felt any love so strong



With every love this woman possesses

Flaming Blame

The fire keeps burning

The flame isnt huge enough to burn the whole oily tree
And im burning to death by seeing the flame
It washed off my eyelashes

Oh rain, please come early
Let my veins flow along the flood
Let it drowned by the dawn
And please fast forward the helpless night

Oh sun keeps hiding by the clouds
I can’t stand the morning
Why don’t everyone play hide and seek?
Sinking feeling
Then crashed into the ground
Dig our own hole and throw our sorrow
I’ll make the highest mountain of sorrow

Broken letters falling off from flowers
They bloom beautifully flawless
Staring to the sun and swallow most of the sunlight,
Will sun run off the light or even become dry?

And when the time has come,
Moon rises in the morning and stays along the day.
Are flowers changed into bad shape?
Or they choose to be burnt by the fire,
Cause they can’t help the moon?

Tidak Berjudul

Suatu malam, aku bermimpi berbicara pada sang Waktu
“Hey waktu, bisakah kau berhenti? Karena aku sangat lelah”
Waktu pun diam tanpa kata,
Aku pun menghujat, “Apabila kau tak bisa menghentikan waktu, bisakah kau putar ulang kebahagiaanku dimasa lalu”

Dan takdir pun menghampiri dengan senyum tersamping
“Wahai anak manusia, tanya saja sendiri pada dirimu kenapa kau selalu menyalahkan selain dirimu? Kenapa mencari kambing hitam atas semua peristiwa?”

Dunia pun berubah menjadi tontonan siaran langsung sekaligus drama,
Para malaikat, dewa-dewi dan Iblis serta petugas akhirat lainnya melihat kedalam dunia
Setiap hari, setiap detik, setiap detak jantung manusia yg berdegup lirih

Tidakkah mereka bosan melihat semua ini?
Apakah Tuhan lebih bosan melihat semua ini?